Beranda | Artikel
Ayah dan Ibu Adalah Guru di Rumah
Kamis, 7 Mei 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Ayah dan Ibu Adalah Guru di Rumah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mencetak Generasi Rabbani. Kajian ini disampaikan pada 29 Rajab 1441 H / 24 Maret 2020 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Ayah dan Ibu Adalah Guru di Rumah

Pada hari ini mungkin kita bisa berkumpul bersama keluarga di rumah. Dan tentu kita bisa lebih dekat dengan anak-anak pada masa-masa seperti sekarang ini. Mungkin inilah waktunya kita bisa memberikan pendidikan yang mungkin di hari-hari lain tidak bisa kita berikan. Perhatian yang mungkin di hari-hari yang lalu tidak bisa kita curahkan. Waktu kita berkumpul bersama keluarga, kita bisa memantau perkembangan anak-anak kita, kita bisa lebih dekat kepada mereka, bisa mengetahui sampai sejauh mana perkembangan kejiwaannya, bagaimana agamanya dan bagaimana perkembangan ilmiahnya. Tentunya pada masa-masa seperti sekarang ini, ayah dan ibu adalah guru bagi anak-anak mereka di rumah. Mereka belajar di rumah bersama ayah bunda mereka.

Pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan pembahasan dari buku mencetak generasi Rabbani. Pada pertemuan yang lalu sekedar mengulang sedikit, bahwa salah satu yang harus kita lakukan untuk melindungi anak-anak kita adalah membacakan bagi mereka doa di pagi dan petang. Karena anak-anak kita ini belum mampu untuk membaca doa-doa itu sendiri. Maka hendaknya kedua orang tua yang membacakan untuk mereka. Seperti yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, dia bercerita bahwa Nabi pernah memohon perlindungan bagi Al-Hasan dan Al-Husain. Beliau mengatakan: “Dahulu bapak-bapak kalian memohonkan perlindungan bagi anak-anak mereka (yaitu Ismail dan Ishak). Yaitu dengan membacakan:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ

“Aku berlindung kepada Allah bagi kamu berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang Maha Sempurna dari segala gangguan setan, binatang-binatang berbisa dan pandangan mata yang hasad.” (HR. Bukhari)

Jadi ini dilakukan oleh kedua orang tua untuk anak-anak mereka. Dan apabila mereka sudah bisa membaca doa-doa pagi dan petang itu sendiri maka ajarkanlah doa-doa perlindungan itu begitu kepada putra-putri kita. Karena mereka bisa membacanya sendiri. Dan ketika anak ini sudah beranjak dewasa, mereka sudah terbiasa membaca doa dzikir pagi dan petang ini. Khususnya pada hari ini, salah satu upaya kita untuk bisa melindungi diri dari segala keburukan adalah dengan rutin membaca dzikir pagi dan petang.

Kemudian upaya berikutnya untuk melindungi anak-anak kita dari pengaruh alam ghaib adalah tidak membiarkan mereka bermain keluar rumah saat malam datang. Karena pada saat itu setan berkeliaran. Nabi mengatakan:

إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ ، وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا

“Jika telah datang malam hari ataupun sudah tiba petang hari atau waktu magrib, maka tahanlah anak-anak kalian supaya tidak keluar rumah. Karena setan tersebar pada saat-saat itu. Apabila sudah lewat waktu itu, maka biarkan mereka. Tutuplah pintu-pintu dan berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena setan tidak akan mempu membuka pintu yang tertutup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya pada malam hari jika kita biarkan pintu kita terbuka, maka setan bisa masuk ke dalamnya. Namun apabila kita tutup sambil berdoa kepada Allah, maka setan tidak akan mampu membuka pintu yang tertutup yang sudah kita bacakan padanya asma Allah. Sebagaimana kita masuk kamar mandi, pertama kita kunci kamar mandi itu dan ketika masuk kita baca “bismillah”. Karena itu merupakan pelindung.

سَتْرُ مَا بَيْنَ أَعْيُنِ الجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ : إِذَا دَخَلَ أَحَدُهُمُ الخَلَاءَ ، أَنْ يَقُولَ : بِسْمِ اللَّهِ

“Penutup antara pandangan setan atau jin dan aurat anak adam ketika mereka masuk ke dalam toilet atau wc adalah mengucapkan: ‘bismillah’” (HR. Tirmidzi)

Lihat juga pembahasan: Hadits Doa Masuk WC atau Kamar Mandi

Dan salah satu faidah yang bisa kita petik dari hadits ini adalah bahwa Nabi melarang kita mengeluarkan anak-anak kita ataupun tidak membiarkan anak kita keluar pada petang hari ataupun pada malam hari (magrib). Alasannya adalah setan menyebar pada saat itu. Setan-setan berkeliaran pada saat itu. Maka tahan diri kamu di rumah.”

Dapat kita petik juga satu kesimpulan hukum dari hadits ini yaitu menahan diri untuk tidak keluar rumah pada saat kejahatan meluas di luar. Misalnya pada saat pertumpahan darah di antara sesama manusia. Sehingga yang membunuh dan yang dibunuh tidak jelas kenapa dibunuh dan kenapa membunuh. Maka pada saat itu kita diperintahkan untuk lebih banyak berdiam diri di rumah dan menumpulkan senjata, tidak terlibat di dalam fitnah itu.

Demikian juga pada hari ini ketika ada wabah mematikan berkeliaran di luar ataupun tersebar di luar, maka perintahnya adalah kita tetap:

وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ

“Hendaklah kamu merasa betah berada di rumahmu.” (HR. Tirmidzi)

Itu salah satu makna dari hadits tersebut. Ada makna lain, yaitu: “hendaknya kamu qanaah dengan apa yang ada pada dirimu.”

Khususnya pada masa-masa fitnah dan wabah. Dan dapat juga disamakan di sini kita diperintahkan untuk menahan anak-anak kita di rumah pada saat petang hari karena setan berkeliaran. Setan bisa saja menyesatkan mereka. Seperti yang pernah kita dengar bahwa anak-anak yang disembunyikan jin-jin pengganggu ketika dibiarkan keluar oleh orang tua mereka pada waktu maghrib. Kadang-kadang mereka tersembunyi di suatu tempat yang mustahil bagi anak kecil bisa datang ketempat itu. Ada anak kecil yang terselip di sela-sela pohon bambu padahal secara logika tidak mungkin anak itu pergi ke situ. Itu yang terjadi. Karena kita tidak hanya hidup di alam nyata, di sana ada alam yang tidak terlihat namun dia nyata dan ada, yaitu alam ghaib. Ada makhluk-makhluk ghaib berkeliaran di sekitar kita. Namun kita tidak perlu takut, karena mereka tidak akan mampu memudharatkan kita kecuali tanpa seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun virus, itu seperti makhluk ghaib juga. Walaupun tidak dikategorikan sebagai makhluk ghaib karena bisa terlihat tapi dengan alat. Maka dia disebut makhluk mikroskopis yang hanya bisa terlihat dengan alat yang bernama mikroskop. Seperti makhluk ghaib yang tidak bisa terlihat, tapi bisa menimbulkan mudarat bagi manusia. Begitu pula kita berlindung diri kepada perkara-perkara yang memang tidak nampak tapi ada. Seperti pengaruh keburukan jin yang bisa menimpa manusia. Karena kita termasuk Ahlus Sunnah wal Jamaah yang meyakini adanya pengaruh alam ghaib. Kita nyata melihat orang yang kerasukan, kesurupan, kemasukan jin. Itu adalah satu hal yang nyata yang kita imani. Bahwasannya pengaruh buruk dari jin itu ada, tidak seperti kaum Mu’tazilah yang menolak dan menghindari hal tersebut. Kita Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa pengaruh buruk dari itu ada, bahwa ancaman alam ghaib itu juga satu yang nyata walaupun tidak nampak.

Maka kita harus berlindung diri kepada Allah dari gangguan-gangguan makhluk-makhluk yang tidak terlihat tersebut. Khususnya untuk anak-anak kita yang mereka mungkin tidak bisa melindungi diri sendiri. Maka kewajiban orang tua adalah memberikan perlindungan kepada mereka.

10 Karakter Pendidik Sukses

Ini bukan hanya guru di sekolah, tapi juga orang tua di rumah harus bisa memiliki karakter sebagai pendidik. Karena orang tua juga berperan sebagai pendidik. Mereka adalah guru bagi anak-anak mereka di rumah. Apalagi hari ini, seperti yang kita sebutkan bahwa anak-anak berkumpul di rumah, mau tidak mau ayah dan ibu harus bisa menjadi guru. Mereka tidak bisa pergi ke sekolah karena wabah penyakit yang sedang menimpa manusia hari ini. Maka mereka perlu untuk belajar untuk menjadi guru. Jadi karakter-karakter ini bukan hanya harus dimiliki oleh para guru, tapi juga harus dimiliki oleh orang tua. Dan orang tua adalah garda terdepan pendidikan anak. Mereka adalah guru pertama bagi anak-anak mereka sebelum anak ini dipindahtangankan ataupun dititipkan kepada guru-guru di sekolah.

Ada setidaknya 10 karakter pendidik yang mesti dimiliki sebagai modal yang cukup bagi seorang pendidik ataupun guru di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengasuh, pendidik, pembimbing dan guru.

Kesempurnaan sifat pendidik adalah milik Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun demikian kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk bisa meraih dan memiliki karakter dan sifat-sifat tersebut. Sebab nantinya kita menjadi fokus keteladanan bagi generasi-generasi penerus kita. Paling tidak sebagai fokus teladan bagi anak-anak kita sendiri.

Anak tidak pernah salah di dalam meniru orang tuanya, dan kita juga telah mengatakan bahwa anak adalah peniru ulung. Sebagai seorang anak, kemampuan terbesarnya adalah meniru, bukan menalar atau memahami. Mungkin dia tidak bisa memahami prilaku orang tuanya. Orang tuanya berbuat sesuatu, dia tidak bisa memahami kenapa orang tua itu berbuat seperti itu.

Jangan harap anak memahami apa yang kita lakukan. Karena mungkin mereka belum paham. Tapi mereka yang jelas bisa meniru apa yang dilakukan oleh orang tua. Terlepas apa yang menjadi tujuan orang tua itu, anak akan menirunya. Dan ini merupakan satu beban yang berat dan tanggung jawab yang besar bagi para orang tua. Yaitu mereka mejadi sorotan bagi anak-anak mereka. Kadang-kadang tanpa disadari, seorang ibu mengajari putrinya menjadi istri yang buruk. Karena dia mencontohkan prilaku sebagai istri yang buruk. Dan boleh jadi tanpa disadari juga seorang ayah mendidik putranya untuk menjadi suami yang buruk. Karena dia mencontohnya prilaku buruk kepada istrinya. Yang mana ini akan terekam jelas, tergambar di benak anak-anak. Mereka melihatnya bahwa begini perlakuan seorang suami kepada istri, seorang istri kepada suami.

Maka tentunya di dalam rumah tangga, ayah ibu harus betul-betul berperan menjadi suami dan istri yang baik karena mereka ditonton oleh anak-anak mereka. Maka hati-hati berprilaku di hadapan anak-anak. Maka kalau ada apa-apa, hendaknya suami istri bisa menahan diri. Tentunya masalah rumah tangga banyak, tapi jangan semua masalah itu kita pertontonkan di hadapan anak. Namanya suami istri, terkadang terjadi pertengkaran, terjadi percekcokan, terjadi perselisihan, itu wajar karena tidak ada manusia yang cocok 100%. Namun kalau bisa jangan dipertontonkan di hadapan anak-anak.

Maka tentunya ini menjadi tugas berat bagi para orang tua di rumah, yaitu menjadi sorotan bagi anak-anak mereka. Oleh karena itu, supaya menjadi pendidik sejati yang sukses dunia akhirat, minimal kita harus memiliki karakter-karakter tertentu. Di sini kita sebutkan 10, tapi tidak dibatasi 10 sebenarnya. Tapi yang 10 ini mudah-mudahan mewakili.

1. Keikhlasan

Ini karena mendidik anak itu ibadah. Bahkan ibadah yang luar biasa agung. Karena kita sebagai juru dakwah yang kita berdakwah di rumah, maka keikhlasan itu perlu. Sebagaimana amal-amal shalih lainnya, perlu keikhlasan untuk menunjang kesuksesan suatu amal shalih atau pun ibadah. Apalagi berdakwah, mengajar, mendidik, perlu keikhlasan. Karena kalau tidak, mungkin kita akan tinggalkan pekerjaan itu. Satu tanda mungkin ikhlas yang tipis atau kurang adalah kita meninggalkan pekerjaan itu, kita meninggalkan tugas itu, kita meninggalkan ibadah itu karena memang kadar keikhlasannya sedikit.

Apa yang kita dapatkan dari keikhlasan? Yaitu pahala di sisi Allah Subhana wa Ta’ala. Ingat, setiap kebaikan yang kita tanamkan kepada anak-anak ita akan berbuah pahala, itu akan menjadi kebaikan.  Keikhlasan di sini akan melipat-gandakan pahalanya. Semakin ikhlas, maka semakin baik amal tersebut.

Lihat juga: Mendidik Anak Adalah Ladang Kebaikan

Maka rawatlah dan didiklah anak-anakmu dengan ketulusan hati dan niat yang ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kadang-kadang ayah ataupun ibu juga menjadi pahlawan tanpa tanda jasa. Kita lihat orang-orang hebat yang sukses itu ada peran besar orangtua yang tidak tersebut. Sebelum peran guru di sekolah, orang tua adalah guru pertama. Kita melihat orang-orang yang terkenal, orang-orang yang sukses, orang-orang yang hebat, kita harus tahu bahwa di belakang itu ada pahlawan tanpa tanda jasa yang dengan keikhlasan merawat orang ini hingga menjadi orang hebat seperti itu. Itulah orang tua yang berada di balik kesuksesan mereka.

Maka dari itu perlu keikhlasan, mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak mengharapkan pujian, sebutan di tengah-tengah manusia. Ada orang yang justru mengeksploitasi anak-anak mereka, bukan memberikan kebaikan malah memberikan keburukan. Maka tanamkanlah niat demi Allah semata pada seluruh aktivitas pendidikan dan pengajaran baik berupa perintah, larangan, nasihat, pengawasan maupun hukuman sekalipun. Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan ini termasuk pondasi keimanan dan merupakan keharusan dan kewajiban di dalam Islam. Dan Nabi juga mengatakan:

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى

“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan kadar pahala sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lihat juga: Hadits Arbain Ke 1 – Innamal A’malu Binniyat

Dan kita bisa lihat, kalau kita bicara guru di sekolah. Ada guru yang ikhlas di dalam mengajar, tentu pelajaran yang kita dapat darinya berbeda dengan mungkin guru yang ada udang di balik batu, ada pamrih di situ. Ilmu yang kita dapat, pengajaran, nasihatnya juga berbeda. Ketika nasihat yang penuh ikhlas itu dilontarkan dari lisan yang ikhlas, terasa menghujam ke dalam hati. Berbeda dengan sesuatu yang mungkin ada sesuatu di balik itu.  Tentunya ini akan mengurangi bobotnya.

Ada guru yang mengejar pujian dari wali ataupun dari murid itu sendiri atau cari muka dari lembaga pendidikan tempat dia mengajar, tentunya ini berbeda dengan guru yang mukhlis, yang benar-benar mengajarkan ilmu itu Lilahi Ta’ala.

Maka ini perkara pertama yang penting untuk dimiliki oleh setiap pendidik. Guru; ayah ibu di rumah maupun guru-guru di sekolah, yaitu kaikhlasan.

Dan kita lihat dalam satu lembaga pendidikan, biasanya kalau pada saat susah, sedikit minus, guru-guru itu penuh keikhlasan mengajar. Rata-rata penyakitanya adalah ketika mulai nampak dunia, orang-orang berebut dengan dunia, pendidikan dekat dengan bisnis, di sinilah keikhlasan itu mulai diuji. Maka kita lihat, mungkin salah satu kualitas pendidikan menurun itu karena kadar keikhlasan yang kurang. Ini yang perlu kita koreksi atau evaluasi.

Tentunya kita berharap bahwa tugas kita sebagai pendidik bukan hanya sekedar dapat sedikit dari dunia. Tapi ada satu hal yang tidak ternilai, yaitu pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim)

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik orang di antara kamu adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Maka ada sebutan guru itu “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.” Ini menunjukkan kaitan erat dengan keikhlasan tadi. “Tanpa Tanda Jasa”, tanpa pamrih, tanpa mengejar sebutan, padahal dia adalah sosok penting yang berdiri di belakang seseorang yang sukses.

2. Ketaqwaan

Ketaqwaan ini erat kaitannya dengan keteladanan. Maka taqwa adalah sifat terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Banyak yang mendefinisikan taqwa dengan kehati-hatian, seperti orang yang melintasi jalan yang penuh onak dan duri kemudian dia berhati-hati di dalam meletakkan langkahnya. Seperti itulah taqwa.

Taqwa juga seperti yang didefinisikan oleh Ibnul Qayyim: “Kamu melakukan ketaatan di bawah bimbingan ilmu dan mengharapkan pahala di sisi Allah dan kamu meninggalkan kemaksiatan di bawah bimbingan ilmu dan karena takut terhadap adzabNya.”

Demikian pula taqwa didefinisikan oleh para ulama dengan perkataan: “Menjaga agar Allah tidak mendapatimu pada perkara yang Dia larang dan jangan sampai Allah  tidak mendapatimu pada perkara yang Dia perintahkan.”

Intinya adalah mengerjakan perintah dan menjauhi larangan. Atau disebutkan juga di dalam definisi yang lain, mereka mengatakan: “Menjaga diri dari adzab Allah dengan beramal shalih serta merasa takut kepadaNya baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.”

Maka sebagai seorang pendidik, kita harus menghiasi diri dengan taqwa. Baik di dalam ucapan, perilaku, pergaulan. Dan malapetaka besar bagi seorang guru dan anak didiknya apabila guru lepas dari sifat taqwa ini. Ini menjadi musibah di dalam dunia pendidikan. Ada pepatah yang mengatakan: “Guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari.” Atas dasar itulah seorang guru ataupun pendidik (baik itu Ayah Ibu di rumah maupun guru-guru di sekolah) agar memiliki sifat taqwa ini. Sehingga anak itu terdorong untuk mencintai kebaikan. Karena satu faktor yang berat dalam pendidikan adalah kebaikan itu susah ditiru. Sebaliknya, keburukan itu mudah menular.

Download dan simak penjelasan lengkapnya pada menit ke-32:41

Lihat juga: Cara Mendidik Anak dan Pentingnya Mencetak Generasi Rabbani

Download mp3 Kajian Islam Tentang Ayah dan Ibu Adalah Guru di Rumah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48417-ayah-dan-ibu-adalah-guru-di-rumah/